Aktivis FSB NIKEUBA: Buruh Semakin Ditindas Lewat Upah Murah, Hanya Satu Kata Lawan!

Aktivis FSB NIKEUBA: Buruh Semakin Ditindas Lewat Upah Murah, Hanya Satu Kata Lawan!

Bambang SY Ketua DPC FSB Nikeuba KSBSI DKI Jakarta

KSBSI.org, Bambang SY Ketua Konsolidasi Dewan Pengurus Pusat Federasi Serikat Buruh Niaga, Informatika, Keuangan, Perbankan dan Aneka Industri (DPP FSB NIKEUBA) mengatakan kondisi buruh menjelang akhir 2021 memprihatinkan. Pasalnya, jutaan buruh yang menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dampak pandemi Covid-19 sampai hari ini belum mendapat kepastian kerja.

Baca juga:  Sejarah Pergerakan Buruh Indonesia : Terbentuknya Serikat Buruh,

Ditambah lagi, kebijakan pemerintah pusat dan daerah tentang soal upah minimum tahun 2022, membuat buruh menderita. “Sebagai aktivis buruh saya menolak tegas penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) mengacu PP Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan,” ucapnya, di Jakarta, Rabu (8/12/2021).  


Sebab, PP Pengupahan ini salah satu turunan produk dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Cipta Kerja. Dimana, hasil dari putusan amar Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, terkait Judicial Review uji formil dari UU tersebut dinyatakan inkonstitusional bersyarat.

“Hakim MK juga memerintahkan pemerintah dan DPR segera di revisi selama 2 tahun. Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen,” ungkapnya.

Dia menerangkan putusan Hakim MKRI ini jelas mengecewakan buruh, karena terkesan abu-abu. Kalau UU ini dipaksakan pemerintah, bakal menjadi persoalan baru. Hal itu terbukti, tahun ini pemerintah pusat dan daerah tetap memaksakan upah minimum mengacu pada UU Cipta Kerja. Sehingga  demo buruh besar-besaran terjadi menolak upah murah.

“Seharusnya pemerintah itu melihat fakta di lapangan, semua harga pokok bahan sembako sudah naik. Kalau UMP dan UMK yang didapatkan tetap rendah, maka kesejahteraan buruh semakin terpuruk. Kesenjangan sosial dan tingkat kriminalitas kemungkinan bisa meningkat,” jelasnya.

Artinya, semua kepala daerah itu tidak perlu tunduk pada intruksi pemerintah pusat dalam penetapan upah minimum 2022. Sebab, dalam undang-undang otonomi daerah, mereka sudah diberikan hak kewenangan mengambil keputusan. Jadi, harus berani mengambil keputusan yang memihak buruh dan tidak perlu takut dengan intervensi dari pusat.  Karena Yang bisa melihat kondisi buruh itu kan pemimpin kepala daerah.

“Kalau mereka tunduk kepada pemerintah pusat dalam penetapan upah minimum berarti mereka pengecut. Buruh harus kritis dan bersikap mosi tidak percaya. Jangan pilih mereka lagi pada momen Pilpres, Pilkada pada 2024, kalau buruh hanya dijadikan komoditas politik,” tegasnya.

Karena, sejak Indonesia terdampak Covid-19, selama 2 tahun ini banyak peraturan yang dikeluarkan pemerintah sangat merugikan. Seperti Surat Edaran (SE) dari Kementerian Ketenagakerjaan tentang pemotongan upah maupun  penundaan pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR).

“Tapi faktanya banyak pengusaha nakal mencari keuntungan dibalik SE tersebut. Mereka menipu buruh, dengan mengatakan omset perusahaan menurun, tapi sebenarnya tidak anjlok. Bahkan, cicilan THR buruh pun saat ini masih banyak belum dibayarkan,” terangnya.

Bambang SY juga menjelaskan bahwa dimasa pandemi ini buruh sebenarnya tidak banyak menuntut. Mereka hanya butuh kepastian kerja dan upah layak. Pemerintah memang sedang fokus pemulihan ekonomi, tapi dia meminta pemerintah jangan hanya mengistimewakan pengusaha. Kesejahteraan buruh juga perlu diperjuangkan di negara ini.

“Buruh itu bagian dari roda perekonomian negara. Mereka berhak mendapatkan kehidupan layak,” imbuhnya.

Terakhir Bambang SY mengecam pernyataan Wahidin Alim Gubernur Banten yang dinilai telah melecehkan martabat buruh. Pasalnya, dia tak mendengarkan aspirasi demo buruh yang kecewa dan menolak demo penetapan UMK 2022 di wilayah Banten. 

Wahidin Alim menyuruh pengusaha mencari pegawai baru jika buruh tidak mau dengan gaji yang sudah ditetapkan Pemprov Banten. Dia mengatakan  ke pengusaha, untuk mencari cari tenaga kerja baru, karena masih banyak yang menganggur dan butuh kerja dengan gaji Rp2,5 juta, Rp4 juta.

Bambang SY menilai ucapan Wahidin Alim itu tidak memiliki etika, seolah-olah status buruh itu adalah kasta rendah. Seharusnya, Gubernur Banten sadar, bahwa gaji dan fasilitas yang dinikmatinya sekarang ini adalah sebagian besar hasil pajak buruh.

“Sebagai aktivis buruh kami sangat sakit hati pernyataan Gubernur Banten. Ucapannya itu sangat tidak pantas sebagai pemimpin. Buruh harus bersatu melakukan perlawanan, mendesak Wahidin Alim mencabut pernyataan dan meminta maaf kepada buruh diseluruh Indonesia,” tegasnya. 

Terakhir, dia mengatakan keluarga besar FSB NIKEUBA yang berafiliasi dengan KSBSI dan bersama serikat buruh/serikat pekerja lainnya akan tetap melakukan perlawanan membela hak buruh. Sebab, setelah 2 tahun Indonesia terdampak pandemi Covid-19, justru nasib buruh ditumbalkan oleh kebijakan pemerintah yang tidak memang pada kesejahteraan. (A1)

                                                                                             

 

Komentar