KSBSI.ORG: Dewan Eksekutif Nasional Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (DEN KSBSI) menegaskan tetap menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang baru saja di ketok palu oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menjadi Undang-Undang (UU). Sebab, DPR tidak mendengar aspirasi buruh, bahwa dalam Undang-Undang ini, banyak pasal-pasal yang merugikan masa depan buruh.
Baca juga: Ditengah Krisis Covid-19, Dialog Sosial Sebuah Keharusan, KSBSI Keberatan Dengan Wacana Skema JKP,
Ada beberapa alasan
sikap KSBSI, sehingga akhirnya memutuskan menolak disahkannya RUU Cipta Kerja menjadi
UU Cipta Kerja. Diantarannya adalah:
1. Bahwa usulan
KSBSI dalam pertemuan Tim Tripartit tidak satu pasal utuh pun yang diakomodir
dalam UU Cipta Kerja-Klaster Ketenagakerjaan.
2. Bahwa UU Cipta Kerja-Klaster
Ketenagakerjaan sangat mendegradasi hak-hak dasar buruh jika dibandingkan
dengan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
3. Bahwa Hak-hak dasar buruh yang terdegradasi antara lain:
a.
PKWT/kontrak
kerja tanpa batas;
b.
outsourcing
dipeluas tanpa batas jenis usaha;
c.
upah dan
pengupahan diturunkan;
d.
besar pesangon
diturunkan.
4. Bahwa beberapa ketentuan (norma) yang dirancang dalam RUU Cipta Kerja pengusaha melalui Kadin dan Apindo selaku Tim Pengusaha dalam Tim Tripartit tanggal 10-23 Juli 2020 telah sepakat dengan Tim Serikat Pekerja/Serikat Buruh untuk tetap eksis, tidak dihapus. Tapi justru Pemerintah dan DPR menghapus seperti Pasal 59 UU No. 13 Tahun 2003.
Berdasarkan hal dan
pertimbangan, maka DEN KSBSI menyampikan sikap:
1.
Menolak pengesahan
RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang.
2.
Mendesak Presiden
menerbitkan PERPPU pembatalan UU Cipta Kerja.
3. DEN KSBSI dan 10
(sepuluh) DPP Federasi Afiliasi akan melakukan judicial review UU Cipta Kerja
terhadap UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi.
4. KSBSI akan melakukan
unjuk rasa pada 12 sampai 16 Oktober , mendesak Pemerintah melakukan
sebagaimana tuntutan dalam angka 1 dan 2.
5. Menginstruksikan
kepada seluruh jajaran KSBSI dan 10 federasi serikat buruh (FSB) yang berafiliasi
dengan KSBSI melakukan unjuk rasa didaerahnya masing-masing, menuntut hal yang
sama.
Inti dari sikap yang disampaikan, bahwa berdasarkan hasil rapat bersama bersama federasi, pada 5 Oktober 2020 di Kantor KSBSI, Cipinang Muara, Jakarta Timur memutuskan, DEN KSBSI mengintruksikan kepada semua pengurus dan anggota melakukan aksi demo pada 12-16 Oktober 2020.
Elly Rosita Silaban Presiden KSBSI mengatakan aksi demo akan dilakukan secara serentak, dari Ibukota Jakarta sampai tingkat cabang daerah perwakilan KSBSI diseluruh Indonesia. Sebelumnya, dia menyampaikan organisasi yang dipimpinnya menolak aksi mogok nasional dari pada 6 sampai 8 Oktober 2020, dalam menyikapi penolakan UU Cipta Kerja.
“KSBSI memutuskan tidak bergabung, karena tidak semua serikat buruh/pekerja yang setuju dengan aksi mogok nasional ditengah situasi wabah Covid-19 yang masih darurat. KSBSI menilai, aksi mogok nasional juga tidak memiliki payung hukum yang jelas dan tak ada diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan,” jelasnya, beberapa waktu lalu, di Jakarta.
Dengan lugas, dia mengatakan bahwa aksi penolakan RUU Cipta Kerja harus murni gerakan moral yang dilakukan buruh. Jadi tidak ada unsur kepentingan politik pragmatis. Terakhir, dia mengatakan aksi demo serentak yang akan dilakukan nanti, tetap berkoordinasi dengan pihak terkait.
“Kalau
pun nanti turun melakukan aksi demo, KSBSI akan tetap menjalankan protokol
kesehatan. Menjaga jarak, memakai masker, membawa hand sanitizer dan jaga
jarak,” tutupnya. (A1)