KSBSI.org, JAKARTA-Negara Malaysia sedang krisis kekurangan tenaga kerja ini jumlahnya bukan ribuan orang. Namun mencapai jutaan orang, sehingga negara tersebut membutuhkan pekerja migran, khususnya perkebunan kelapa sawit. Pasalnya, sektor industri perusahaan ini banyak mengalami semikonduktor, sehingga kehilangan miliaran penjualan.
Baca juga:
Berdasarkan dari beberapa data
terpercaya, pihak produsen di Malaysia sedang kekurangan 1,2 juta pekerja,
salah satunya pekerja di sektor perkebunan kelapa sawit.
Indonesia sendiri menjadi salah satu
negara penyumbang pekerja kerja migran di Malaysia. Kontribusinya berkisar 40
persen dari seluruh pekerja migran yang datang ke Negeri Jiran. Kekurangan
tenaga kerja asing ini dimulai saat terjadi pandemi Covid-19 di Malaysia.
Banyak pekerja migran terpaksa kembali ke negara mereka masing-masing, termasuk
dari Indonesia.
Yatini Sulistyowati Departemen Buruh
Migran Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) mengatakan persoalan
Malaysia kekurangan pekerja migran memang sering terjadi. Walau perjaniian
kerjasama pekerja migran antara Indonesia-Malaysia baru saja ditandatangani
tahun ini. Dalam perjanjian ini,disepakati memberikan perlindungan pekerja
migran, salah satunya bagi Asisten Rumah Tangga (ART).
Seharusnya perjanjian ini sudah berlaku
sejak 2 April 2022. Namun karena ada beberapa faktor, kemungkinan akhir bulan
Juni tahun ini terealisasikan. Nah, terkait pekerja migran dari negara
Indonesia yang bekerja di sektor perkebunan kelapa sawit itu memang benar.
“Karena pekerja migran dari negara kita
memang sudah dikenal sebagai pekerja keras, ulet dan tidak gampang mengeluh,”
ucapnya, saat diwawancarai di Kantor KSBSI, Cipinang Muara Jakarta Timur,
Selasa (14/6/2022).
Dia menilai, kalau Malaysia sekarang ini
sedang kekurangan pekerja migran, hal itu memang kesalahannya sendiri. Sebab, saat negara tersebut jika
sedang tidak butuh pekerja migran, justru mereka sering menganggap pekerja dari
Indonesia itu penjahat. Lalu banyak yang
ditangkap, dipenjara kemudian dideportasi.
“Visa dan paspor pekerja migran dari negara
kita juga banyak yang disita. Kalau pun dokumen penting ini nantinya diurus
kembali pasti dipersulit. Anehnya, kalau Malaysia sedang kekurangan pekerja migran,
sikap pemerintahnya berubah drastis menjadi baik. Mereka selalu memohon
pertolongan kepada Indonesia,” ujarnya.
Yatini mengatakan, kalau pun Malaysia
memanggil pekerja migran asal Indonesia bekerja di sektor perkebunan kelapa
sawit tak ada masalah selama mengikuti prosedural. Tapi ia menegaskan
pemerintah Malaysia harus bisa memberikan jaminan upah dan kesejaheteraan
layak. Termasuk jaminan kepada keluarganya serta jaminan sosial mereka.
“Pemerintah Malaysia juga harus
memberikan jaminan kepada pekerja migran
Indonesia masalah perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) selama
bekerja. Mereka juga harus punya untuk melakukan perundingan dan negoisasi upah
layak di perusahaan,” ungkapnya.
Selain itu, Yatini menegaskan pemerintah
Indonesia harus terus memantau pekerja migran asal Indonesia yang bekerja di
sektor perkebunan kelapa sawit. Pasalnya, sudah banyak kasus majikan nakal yang
terbongkar di Negara Malaysia. Karena terbukti mengeksploitasi pekerja migran
secara berlebihan. Tapi upah yang diberikan tidak sesuai harapan. Bahkan
intimidasi dan ancaman kerap mereka dapatkan.
Yatini juga menyampaikan masyarakat
Indonesia sebaiknya jangan langsung percaya apabila ada orang yang
mengiming-imingi bekerja di Malaysia dengan janii upah besar. Namun dibalik itu
sebenarnya modus penipuan. Sebab mereka yang bekerja di Malaysia melalui sindikat
perdagangan orang, biasanya hanya diberikan visa turis saja, tanpa paspor.
Sarannya kalau berniat menjadi pekerja
migran negeri sebaiknya mencari informasi yang benar dari pemerintah. Karena
banyak pekerja migran yang ilegal justru akhirnya menjadi susah. Mereka banyak
menjadi korban eksploitasi dan diberi upah rendah oleh majikannya.
“Masih banyak masyarakat Indonesia yang
belum menyadari akan pentingnya memiliki dokumen resmi saat bekerja diluar
negeri. Pemerintah harus lebih rutin
mensosialisasikan ke masyarakat tentang syarat dan prosedur menjadi pekerja
migran,” tandasnya. (A1)