Buruh Tak Mau Kenaikan Upah Minumum 2023 Diberi Murah

Buruh Tak Mau Kenaikan Upah Minumum 2023 Diberi Murah

.

KSBSI.org,Pada November bulan ini, pemerintah bakal mengumumkan kenaikan Upah Minimum 2023. Dan sekarang ini, Kementerian Ketenagakerjaan sedang membahas formula upah minimum tersebut sesuai. Dimana, dalam angka formulasinya sesuai dengan aturan, angka kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP).

Baca juga:  KSBSI: Pentingnya Ratifikasi Konvensi ILO 189 bagi Pekerja Rumah Tangga,

Ida Fauziyah Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) mengatakan dirinya sudah mengintruksikan Dirjen PHI Jamsos untuk berdiskusi dengan Tripartit Nasional dan Dewan Pengupahan Nasional terkait soal upah minimum 2023. Termasuk mengajak diskusi dengan perwakilan serikat buruh/serikat pekerja.

“Nanti hasil diskusi dan kajian kenaikan UMP 2023 segera diumumkan bulan November 2022. Sebelum diumumkan harus ada kesepakatan dari semua pihak, mudah-mudahan berjalan lancar,” ucapnya beberapa waktu lalu di Jakarta.

Untuk kebijakan kenaikan upah minimum 2023 ini, pemerintah tetap mengacu pada Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 36 tahun 2021 Tentang Pengupahan. Sebagaimana bunyi Pasal 19 dalam PP 36/2021, upah minimum provinsi ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Kemudian diumumkan paling lambat tanggal 21 November tahun berjalan. Penyesuaian upah minimum provinsi berlaku terhitung mulai 1 Januari tahun berikutnya.

Sementara itu, aktivis serikat buruh telah mendesak pemerintah dalam menaikan upah minimum 2023 sebesar 13 persen. Pasalnya, pasca kebijakan kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) berdampak pada kenaikan harga sembako, biaya transportasi serta kebutuhan lainnya. Kemudian, pertumbuhan ekonomian Indonesia semakin membaik setelah 2 tahun dihantam pandemi.

Sebelumnya, Markus Sidauruk Deputi Presiden Bidang Program Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) mengatakan disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja dan turunannya PP Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan, membuat perekonomian buruh terpuruk. Dia menjelaskan, salah satu dampak kebijakan dari PP tersebut adalah upah buruh di wilayah daerah yang sudah maju akan tertahan.

“Sementara upah di daerah yang tidak maju juga sampai hari ini terlihat masih sulit maju. Artinya, kalau semua tertahan akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang tidak baik untuk kedepannya,” ungkapnya di Cipinang Muara Jakarta Timur beberapa waktu lalu.

Dia juga menilai disahkannya UU Cipta Kerja dengan peraturan turunannya, Indonesia mengalami kemunduran upah pada buruh. Padahal, ketenagakerjaan adalah kekayaan yang dimiliki negara. Sementara, isu pembahasan global saat ini adalah bagaimana setiap negara memberikan perlindungan jaminan sosial yang baik kepada semua buruh serta upah yang layak.

Markus berpendapat pemerintah harus perlu berhati-hati membuat kebijakan ekonomi saat mengundang investor asing masuk ke negara ini. Jangan hanya mereduksi sumber daya alam, tapi upah buruh rendah dan kemampuan daya belinya rendah. Karena, saat ini Indonesia mengalami penurunan upah minimum sebesar 6,58 persen dari upah minimum yang sebelumnya.

“Tentu saja hal ini menjadi masalah dan solusinya, pemerintah harus menghentikan mereduksi hak upah, jaminan perlindungan sosial dan jaminan pekerjaan. Supaya nasib buruh Indonesia tidak sengsara berkepanjangan,” tegasnya.

Terkait pasca kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) semakin membuat perekonomian buruh dilematis. Sementara, harga sembako dan kebutuhan lainnya naik. Karena itu, Markus menyarankan pemerintah agar upah minimum pada 2023, naik sebesar kisaran 7-8 persen. Dan disesuaikan dengan kebijakan daerah masing-masing, namun dengan syarat tidak memakai aturan PP Nomor 36. (A1)

 

Komentar