Kasus Buruh PT Pelita Enamelware, Korwil KSBSI Banten Siap Lapor Komnas HAM

Kasus Buruh PT Pelita Enamelware, Korwil KSBSI Banten Siap Lapor Komnas HAM

Sisjoko Wasono, Korwil KSBSI Banten saat orasi. (Foto: Dokumen Media KSBSI).

Ia menegaskan, kasus buruh ini dampak disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja yang sudah diperbarui dengan Undang -Undang nomor 6 Tahun 2023, sehingga banyak perusahaan yang bertindak sewenang-wenang.

Baca juga:  DEN KSBSI Mengutuk Keras Tindakan Oknum Kuasa Hukum Menyeret Buruh Perempuan FKUI,

KSBSI.ORG, BANTEN - Koordinator Wilayah Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (Korwil KSBSI) Provinsi Banten Sisjoko Wasono berencana melaporkan Pimpinan Perusahaan PT Pelita Enamelware Industri dan Kuasa Hukumnya ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Aduan itu dibuat atas tindakan dugaan pelanggaran Hak Normatif dan tindakan kekerasan yang diduga dilakukan oleh kuasa hukum perusahaan, Henny Karaenda dengan cara menarik dan menyeret 2 orang buruh perempuan Anggota Federasi Kebangkitan Buruh Indonesia afiliasi KSBSI (FKUI KSBSI) saat aksi menuntut hak pesangon dan hak normatif Lainnya di Gerbang perusahaan.

"Korwil KSBSI Banten mengutuk keras atas tindakan pimpinan perusahaan maupun kuasa hukumnya yang diduga telah melanggar hak asasi manusia," kata Sisjoko dalam keterangan resminya kepada redaksi, Selasa (3/10/2023).

Menurut Sisjoko, dugaan pelanggaran itu dapat dibuktikan dari proses panjangnya persoalan hingga 2 tahun kurang lebih 40 orang buruh perempuan ini, hak-hak normatifnya belum juga diselesaikan.

Padahal, kata Sisjoko, buruh tersebut sudah bekerja mulai dari 15 sampai dengan 25 tahun. Mereka begitu loyal telah memberikan kontribusi yang sangat besar kepada pihak perusahaan. Walapun kadang dalam kondisi badan kurang sehat meraka bela - belain bekerja karena sudah ada ikatan kerja.

"Namun apa imbal baliknya dari pihak perusahaan kepada buruh setelah lama mengabdi atau bekerja? Mereka (seolah-olah) dibuang bak kaya kaleng rombeng yang tidak berguna," geramnya.

"Saya mengadukan hal ini karena dinilai sudah melampaui batas kemanusiaan. Padahal negara kita negara hukum tapi memperlakukan buruhnya seperti ini. Maka pantaslah pengusaha semacam ini harus di tindak tegas dan untuk kuasa hukumnya akan kami laporkan kepada Dewan Etik Kehormatan Peradi di mana  yang bersangkutan menjadi anggota Peradi." terangnya.

Sisjoko mengatakan, kalau kuasa hukum memahami hukum sudah jelas di atur dalam UU no.18 Tahun 2003 tentang Advocat di mana  Serikat Buruh merupakan rekan sejawatnya yang seharusnya menjadi jembatan permasalahan ini karena yang mempunyai permasalahan adalah antara buruh dan perusahaan, kuasa hukum maupun serikat sifatnya sebagai pendamping  masing - masing pihak.

"Jadi tidak boleh seorang kuasa hukum berbuat arogansi. Malu-lah sama profesinya di dunia Advokat. Masa orang yang mengerti hukum kok berbuat seperti preman saja." tandasnya.

Aktivis Buruh senior Banten ini mengulas, pengusaha atau Investor yang baik adalah  yang mempunyai 5 manfaat, yaitu:

1. Meningkatkan Pendapatan Negara;

2. Mendorong Pertumbuhan Perekonomian Nasional;

3. Menampung Tenaga kerja;

4. Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat;

5. Meningkatkan Nilai Tambah Sumberdaya Alam dan dinikmati oleh rakyat.

"Itulah yang seharusnya di miliki oleh seorang pengusaha atau Investor. Jadi saya melihat perusahaan PT Pelita Enamelware Industri diduga tidak memiliki pedoman yang tersebut di atas." terangnya.

Ia menegaskan, ini dampak disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja yang sudah diperbarui  dengan Undang -Undang nomor 6 Tahun 2023, sehingga banyak perusahaan yang bertindak sewenang-wenang.

Kalau Investor tidak mempunyai 5 manfaat seperti tersebut di atas, menurut Sisjoko, itu namanya bukan Investor tapi  penjajah. "Jangan sampai pemerintah kita salah mengundang Investor ke Indonesia yang tidak bermanfaat kepada rakyat Indonesia. Bukannya sejahtera tapi malah sengsara." tandas Sisjoko Wasono.

Ia menegaskan, sebagai serikat buruh, harus jeli melihat, apakah benar ini Investor atau bukan. "Di Bumi Pertiwi yang kita cintai, akhir-akhir ini, Saya melihat banyak kejahatan terhadap buruh dengan kedok Investasi tapi malah ujung-ujungnya bukan mensejahterakan buruh atau rakyat Indonesia." pungkasnya.

Penjelasan Kuasa Hukum PT Pelita Enamelware di Media Massa Online

Sementara itu, mengutip sejumlah pemberitaan media di Banten, disebutkan Henny Karaenda, Kuasa Hukum PT Pelita Enamelware Industry, mengatakan, sebelum melakukan aksi demonstrasi para mantan karyawan itu sempat mengajukan surat permohonan pemutusan hubungan kerja (PHK). Surat permohonan itu ditolak oleh pihak perusahaan.

“Kita ingin mereka tetap bekerja seperti biasa, tapi mereka malah memilih untuk tidak bekerja. Terpaksa kita lakukan PHK, setelah dua kali peringatan tidak diindahkan,” kata Henny kepada awak media, Kamis 28 September 2023 kemarin.

Henny menuturkan, pihaknya sempat melakukan audensi dengan para mantan karyawan. Bahkan, audensi dilakukan sebanyak enam kali, dengan melibatkan Disnaker Kabupaten Serang.

“Perusahaan memenuhi undangan klarifikasi dari Disnaker Kabupaten Serang 21 September 2023, namun pihak dari mantan pekerja tidak ada yang hadir,” ucapnya.

Ia mengungkapkan, para mantan karyawan yang mengajukan surat permohonan PHK itu sempat meminta pesagon kepada pihak perusahaan.

“Awalnya mereka meminta PHK suratnya masuk tanggal 23 Agustus 2023 ke kita dan di situ mereka juga meminta uang pesangon, setelah audiensi dengan pihak perusahaan, karyawan dan juga Disnakertrans Kabupaten Serang disepakati adanya uang pisah sebesar Rp1 juta rupiah,” sambungnya.

Mediasi terus dilakukan namun tetap menemui jalan buntu, Disnaker Provinsi Banten pun sudah menyerahkan sepenuhnya persoalan ini kepada Disnakertrans Serang.

Sebab, pengawas Disnaker Provinsi Banten menyimpulkan bahwa yang dituntut pendemo bukanlah mengenai hak normatif melainkan perselisihan hak sehingga menyerahkan kepada Disnaker Kabupaten Serang untuk memediasi kedua pihak.

“Disnaker Kabupaten Serang untuk mediasi namun pihak pendemo keberatan jika mediasi di Kantor Disnaker Kabupaten Serang dan meminta mediasi di pabrik dan pihak perusahaan menyetujui,” katanya.

“Selasa aksi lagi tapi tidak ada surat pemberitahuan, akhirnya Jumat audiensi, hasilnya ditambah Rp3 juta menjadi Rp4 juta mereka dapat uang pisah, itu juga bayar dicicil,” tandas Henny.

Akumulasi Persoalan

Sementara itu, Ketua DPC FKUI Kab. Serang, Sohari mengatakan, aksi yang dilakukan ini karena akibat dari banyaknya persoalan yang mendera buruh sejak buruh bergabung ke FKUI dua tahun lalu.

"Diantaranya, penanganan dari Pengawas Ketenagakerjaan provinsi Banten yang mengecewakan, kemudian pelanggaran dugaan THR yang juga tidak di respon dan ditangani oleh Disnaker Prov. Banten, kemudian PHK bertubi-tubi menimpa teman-teman, bahkan ada yang sudah masuk ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) kasus PHK-nya, ada yang sudah sampai pada putusan Mahkamah Agung, ada juga yang baru di tingkatan mediasi di Disnaker." kata Sohari kepada Media KSBSI, Jumat ditulis Minggu (1/10/2023).

Jadi akumulasi persoalannya begitu banyak, kata Sohari, sehingga kemudian teman-teman melakukan upaya aksi mogok kerja yang berlangsung hampir dua mingguan ini.

"Nah pada saat aksi mogok kerja ini dilakukan, itu sebetulnya, insiden-insiden itu hampir tiap hari terjadi. Seperti buruh ditarik-tarik, didorong-dorong segala macem, itu hampir tiap hari terjadi," tandasnya.

[REDHUGE/REDKBB]


Komentar