Laporan Maria Emeninta di Agenda South East Asia Just Energy Transition di Australia

Laporan Maria Emeninta di Agenda South East Asia Just Energy Transition di Australia

Laporan Maria Emeninta di Agenda South East Asia Just Energy Transition di Australia selama 16 hari sejak, 25 Februari 2024 yang lalu.

Perkuliahan dilakukan setiap hari di Universitas Monash, dengan menghadirkan Dosen-Dosen yang mendalami isu Just Energy Transition dengan lebih banyak menampilkan apa yang sudah dilakukan oleh Australia, dimana saat ini Australia sudah measuki fase lebih dari 50% untuk transisi energinya.

Baca juga:  Press Release KSBSI Atas Dokumen Rencana CIPP Just Energy Transition Partnership (JETP),

KSBSI.ORG, Australia - Belum lama ini, Maria Emeninta,  Koordinator Regional ACV-CSCI Asia yang berkantor di KSBSI Cipinang Muara Jakarta, mengikuti program beasiswa yang diberikan oleh pemerintah Australia dalam hal ini Departemen Hubungan Internasional dan Perdagangan selama 16 hari sejak, 25 Februari 2024 yang lalu.

Beasiswa ini diberikan Australia melalui Universitas Monash dan dikelola oleh organisasi di bawah Monash University Climateworks Centre, diberikan kepada 7 orang dari Indonesia dan 8 orang dari Vietnam.

"Jadi ada 15 penerima beasiswa ini, untuk kursus singkat selama 16 hari di Melbourne Australia, dengan  mengambil tema Just Energi Transition di wilayah ASEAN, atau di bawah di wilayah ASEAN, terutama yang berkaitan dengan Just Energy Transition Partnership (JETP) untuk Indonesia dan Vietnam." kata Maria.

Perkuliahan dilakukan setiap hari di Universitas Monash, dengan menghadirkan Dosen-Dosen yang mendalami isu Just Energy Transition dengan lebih banyak menampilkan apa yang sudah dilakukan oleh Australia, dimana saat ini Australia sudah measuki fase lebih dari 50% untuk transisi energinya.

Perspektif yang dihadirkan sangat kaya, mulai dari perspektif perhitungan kelistrikan negara, dimana Australia sudah memberlakukan sistem semacam sistem lelang terhadap setidaknya tiga provider utama untuk listrik. Khususnya yang sudah bertransisi dari energi kotor batu bara menuju energi bersih dengan berbagai platform yang berbeda, dan juga lebih banyak pendekatan di wilayah, seperti misalnya ada penyelenggara semacam PLN untuk wilayah Viktoria yaitu salah satu area terbesar dari Australia.

Hal ini juga terjadi untuk beberapa wilayah lainnya seperti NSW, Queensland, NT, Tasmania dan wilayah lain, misalnya, juga menghadirkan perspektif perhitungan secara akademis, sains juga pendekatan usaha sektor privat pebisnis melalui subsidi yang sangat besar, diberikan insentif yang sangat reasonable untuk mentransisikan energi dalam alur bisnis usahanya ke muatan energi bersih. 

Perkuliahan juga dikombinasikan dengan kunjungan lapangan ke beberapa wilayah terkait misalnya ke Barwon Water di wilayah Geelong Australia yang sudah hampir terpenuhi 100% net Zero carbon. Di wilayah selevel kabupaten ini sudah hampir memasuki 100% net Zero karbon dengan pengelolaan konservasi air bahkanpun dengan memanfaatkan lahan banjir oleh institusi semacam PDAM di situ dan juga Universitas Deakin yang juga hampir menyelesaikan target emisi pengurangan emisi karbon mereka dengan berbagai program di wilayah Kabupaten Geelong ini. 

Kunjungan langsung field trip atau kunjungan lapangan langsung ke Latrobe Valley yang merupakan wilayah utama pengelola batu bara yang akan menghentikan batu baranya tahun 2035 dan di sini terlihat bagaimana setiap elemen terlibat termasuk juga elemen masyarakat dan stakeholder lain termasuk serikat buruh, dimana masing-masing mempunyai skema transisinya yang kemudian dipadukan dalam komunitas wilayah.

Dalam wilayah ini, masing-masing menyediakan membuat semacam blue chip, bagaimana bertransisi dari kelompok pengusaha dari kelompok masyarakat yang listriknya sudah di ditransisikan ke energi bersih, paling banyak di sana adalah tenaga angin, tenaga surya dan konversi air. pendekatan pemerintah kepada perusahaan yang memproduksi batu bara sejak puluhan tahun lalu, dan ketika dilihat pengusaha masih merasa berat untuk menghentikan batu bara karena masih menjadi pemasuk utama ekonomi, tetapi mereka juga menyusun skema untuk transisi energi di berbagai sektor.

Menarik lagi melihat program transisi untuk ketenagakerjaan terutama pengembangan skill keahlian terhadap buruhnya, supaya nantinya buruh bisa mengakses pekerjaan yang baru sesuai bidangnya atau keahlian yang telah didapatkan dari program yang di desain bersama secara komprehensif. Inilah juga salah satu latar belakang kemenangan PM Albanese yang diusung Partai Buruh beberapa tahun lalu yang secara gamblang memprioritaskan target penciptaan jutaan pekerjaan baru di era energi bersih.

Hal ini menjadi terobosan yang paling besar di kelompok perburuhan, bagaimana serikat buruh Dewan Serikat Buruh Australia (ACTU) menjadi stakeholder yang penting dan diperhitungkan untuk dilibatkan dalam skema transisi energi di Australia. 

Dengan beasiswa ini diharapkan juga bisa menjadi pendorong kelompok sosial masyarakat di Indonesia dan Vietnam bisa mempersiapkan diri, mengusulkan, mendorong, bagaimana bagaimana transisi energi yang lebih berkeadilan untuk semua pihak secara komprehensif seperti di Australia. 

Mungkin tidak bisa diperbandingkan secara langsung, tentu saja karena Australia adalah negara maju yang punya skema pendanaan internal yang cukup mumpuni, , misalnya untuk dunia usaha saja pemerintah Australia secara khusus mengalokasikan 625 billion AUD setara US$ 407 billion, khusus untuk biaya transisi energi industri/bisnis di Australia. Bandingkan saja dengan US$ 21,6 Billion dana JETP secara keseluruhan untuk Indonesia, padahal kebutuhannya setidaknya 5x lipat untuk keseluruhan pensiun power plan batu bara. 

Jadi memang secara kesiapan dan kemampuan sangat jauh, tetapi mungkin yang bisa dipetik adalah bagaimana secara komprehensif setiap bagian terlibat dan memiliki skema sendiri, sehingga isu yang awalnya dianggap menakutkan dan ditolak oleh banyak pihak bisa menjadi Salah satu komunitas yang sukses di Latrobe Valley, wilayah yang paling banyak, paling besar, salah satu yang paling besar untuk memproduksi batu bara, dapat dilihat bagaimana kesiapan komunitas di sana menghadapi situasi perubahan tersebut sekarang, walaupun masih memiliki banyak masalah yang dihadapi tetapi transisi ini menjadi milik bersama, itu hal yang penting yang dilihat dari tinjauan lapangan.

Dalam perkuliahan juga dihadirkan pandangan dari Indonesia dan Australia secara langsung, misalnya dari Australia dari sisi JETP sekretariat juga berbicara dan juga RMI yang menjadi penyusun blue chip, penyusun rencana besar JETP Indonesia. Bagaimana hitung-hitungannya ini juga dihadirkan untuk melihat bagaimana perspektif yang dihadirkan itu memang masih banyak kecolongan, kelemahan terutama soal pelibatan multistakeholder dan terutama juga perburuhan yang menjadi sorotan penting aspek sosial yang terabaikan dalam keseluruhan proses JETP.

Perkuliahan juga mengambarkan sisi lainnya dari JETP Afrika Selatan, yang menjadi negara pertama memiliki skema JETP dan secara keseluruhan juga dilihat masalah-masalah yang banyak muncul adalah pemakzulan pengabaian aspek sosial. stakeholder yang lain juga harus memberi perhatian secara dari sisi mereka sendiri untuk membuat seimbang sehingga secara komprehensif skema transisi energi ini bisa dipersiapkan dan menjadi milik bersama dari semua sisi termasuk aspek perburuhan dan masyarakat pedalaman yang terimbas, misalnya saja hal yang sangat luar biasa yakni penduduk Aborigin yang sangat termarginalkan. 

Menjadi bagian penduduk pedalaman yang paling tertinggal dan rentan di Australia juga ternyata sudah memiliki skema dan diberikan perhatian secara khusus oleh pemerintah Australia, baik perhatian untuk terlibat dalam transisi ini dalam kehidupan mereka. Jadi bagi penduuk yang selama ini kurang mengakses energipun, justru juga menjadi pioner dalam pergerakan ini, justru lebih awal diberikan kesempatan untuk bertransisi energi, sehingga pendekatan ini harusnya menjadi perhatian yang khusus untuk Indonesia dan Australia. 

Karenanya akses terhadap listrik di Indonesia masih sangat kekurangan, masih rentan seperti di Papua atau di Pulo Nias yang masih banyak sekali kekurangan dalam mengakses kelistrikan, misalnya ini bisa menjadi contoh bagaimana mendorong masyarakat pedalaman, masyarakat rentan menjadi pelaku awal. 

Beasiswa yang diberikan ini juga diharapkan akan ditindak lanjuti dengan usulan-usulan, tulisan-tulisan dan memperdalam bagaimana pemahaman dan arah yang lebih kuat bagi Indonesia dan Vietnam melalui alumni beasiswa ini. Dan akan memberikan pikiran-pikiran, misalnya menjadi sumber daya manusia untuk pemateri untuk bertukar pikiran, memperdalam gagasan dan pelaksanaan transisi energi di kedua negara Indonesia dan Vietnam. 

Ditulis oleh: Maria Emeninta


Komentar