KSBSI.ORG:– Maraknya aksi buruh yang menolak Omnibus law khususnya klaster ketenagakerjaan yang terjadi di seluruh Indonesia, seharusnya pemerintah melihat persoalan ini secara mendasar. Sehingga membuat kaum buruh bersatu untuk melakukan perlawanan dengan menggelar aksi-aksi penolakan.
Baca juga: Presiden KSBSI: Buruh Hanya Menolak UU Cipta Kerja, Tak Ada Mendesak Jokowi Mundur, Aktivis Buruh Desak Evaluasi Pendidikan Online, Apa Sebabnya?,
Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal
KSBSI Dedi Hardianto, menurutnya Omnibus law cipta kerja khususnya klaster
ketenagakerjaan yang menjadi pokok masalah. Khususnya outsourcing, upah, PKWT
dan PHK.
“Jelas-jelas sangat merugikan kaum buruh
terutama hilangnya hak-hak kaum buruh,” kata Sekjen KSBSI Dedi Hardianto,
Selasa (3/3/20).
Dedi Hardianto menilai, bahwa pemerintah tidak
ada upaya dan itikad baik untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
“Seharusnya Pemerintah cepat merespon dengan
menarik omnibus law Ciker (Cipta Kerja) kemudian melakukan kajian ulang dengan
melibatkan unsur Triparti sesuai aturan, jangan sampai terlambat sehingga dapat
merugikan seluruh pihak,” ujarnya.
Dedi menegaskan, Pemerintah tidak boleh ego,
karena dalam membuat UU seharusnya ada 3 syarat yang wajib dipenuhi.
“Pertama wajib ada manfaatnya, kedua wajib
ada kepastian hukum, dan Ketiga wajib ada kesejahteraan,” tegasnya.
Dalam hal aksi penolakan terhadap omnibus law
khususnya tenaga kerja, Dedi juga menghimbau dan mengajak kaum buruh untuk
melakukan aksi damai.
“Perjuangan kaum buruh hari ini adalah
perjuangan anak bangsa dalam menjaga martabat kaum buruh dan keluarganya, kaum
buruh butuh dukungan dari seluruh elemen masyarakat, jadi kaum buruh juga dapat
melakukan aksi-aksi simpati,” tandasnya.sumber:Strategi.id