KSBSI.org, JAKARTA – Pandemi covid-19 berdampak langsung terhadap berbagai sektor industri termasuk industri pertambangan dan energi. Dampak itu, diantaranya, buruh yang di PHK, puluhan buruh yang meninggal karena Covid dan ratusan lainnya positif sehingga haru dikarantina.
Baca juga: Dialog Bersama Menaker dan Aktivis Buruh Perempuan, Salah Satunya Bahas RUU PKS ,
Selain
itu ada sejumlah perusahaan yang mengambil langkah efisiensi dengan mengurangi
atau memutus hubungan kerja buruhnya. Hal itu diungkap Nikasi Ginting SH,
Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Federasi Pertambangan dan Energi
(Sekjen DPP FPE).
“Dampak
dari pada covid ini, adanya efisiensi terhadap Sekitar enam orang Pengurus
Komisariat (PK) FPE di Perusahaan Sub-kontraktor Petrogas di Kabupaten Sorong,
migas.” kata dia kepada Media KSBSI Group lusa lalu di Kantor Pusat DPP FPE,
Senin (14/9/2021).
Langkah
efisiensi diambil oleh Manajemen setelah lebih dulu dilakukan sosial dialog,
diskusi dan Persetujuan Bersama (PB) yang disepakati. PB itu terjadi setelah
tiga bulan negosiasi sejak Maret sampai Juni 2020 lalu.
Ada
pun dalam Perjanjian Bersama itu, kata Nikasi, berbunyi ‘bahwa perusahaan
sedang menghadapi kesulitan karena dampak covid, tapi jika nanti sudah mulai
normal kembali, ada perekrutan maka akan memperioritaskan ke-enam Pengurus
Komisariat FPE yang di PHK ini dengan sisa kontrak 4 bulan dibayar oleh
perusahaan.
“Berdasarkan diskusi, sosial dialog pengurus
dengan Manajemen di tengahi oleh Disnaker sehingga terbentuklah Persetujuan
Bersama. Nah itu mungkin di tahun kemarin,” ungkapnya.
Selain
persoalan efisiensi, Nikasi mengatakan pihaknya sudah melakukan riset ke PT
Freeport Indonesia di dua wilayah, di Timika dan Tembagapura yang disponsori
oleh IIWE (International Institute Worker Education).
Hasil
riset diambil dari bulan September sampai Desember 2020. FPE melihat PT
Freeport sangat Aware dan sangat peduli dengan kesehatan buruhnya apalagi di
masa pandemi. Namun syarat-syarat yang diterapkan manajemen untuk boleh
bekerja, baik masuk ke dalam Side dan yang keluar dari side (wilayah kerja
Freeport), cukup ketat.
Dibentuk
juga satgas Covid yang anggotanya diambil dari pihak Manajemen dan Serikat
buruh. Hasil riset menyebutkan, sampai akhir 2020, Covid masih bisa terkendali.
Praktis
menurut Nikasi, sepanjang tahun 2020, angka serangan covid di wilayah Timika
dan Tembaga Pura masih cukup terkendali.
Namun
memasuki tahun 2021, terutama dalam 3 bulan terakhir, Nikasi menyebut, dua
wilayah Freeport itu sangat terdampak covid. Berdasarkan Laporan pengurus, ada
beberapa anggota FPE yang positif Covid.
15
Meninggal 400 Lebih Positif Covid
“Nah
memasuki periode 2021, Timika babak belur. Terhitung tiga bulan terakhir ada 15
pekerja di lingkungan Freeport meninggal dunia, itu berdasar laporan Pengurus,”
ungkap dia. Jumlah pastinya masih diteliti.
Selain
di Timika, covid juga menerjang site Gosowong wilayah pertambangan PT Nusa
Halmahera Minerals (PT NHM) yang berlokasi di Kabupaten Halmahera Utara,
Provinsi Maluku Utara.
“Malah lebih parah. 4 bulan kemarin, mereka terkonfirmasi 400 orang lebih, positif Covid. Jadi yang di Ternate itu, kita komunikasi langsung ada empat karantina yang difasilitasi perusahaan. Jadi yang mau ke Side (Gosowong) transit dulu disitu, PCR, antigen dan segala macam. Kalau reaktif, mereka harus karantina dulu. Kalau sudah negatif baru boleh ke side,” urainya.
Side
adalah tempat buruh tambang bekerja. Umumnya berjarak lebih dari 1 jam jauhnya
dari kota terdekat.
Secara
umum, menurut Nikasi, perusahaan tambang tempat anggota FPE bekerja sangat
preventif dalam melindungi pekerjanya dari serangan Covid. “Namun kembali
kepada atitude dan kesadaran pekerja itu sendiri dalam melaksanakan prokes
itu,” tandasnya.
Oleh
karena itu, mau tidak mau semua buruh harus divaksin. Jika di Jakarta, angka
masyarakat yang divaksin mungkin sudah berkisar sampai 80 persen. Namun di
daerah, masih banyak kendala.
“Sekarang
daerah, kalau kemarin DKI itu babak belur, sekarang justru daerah yang banyak
zona merah. Dan ketersediaan vaksin itu terbatas. Kemarin waktu diskusi dengan
ILO kita juga sampaikan, barangkali bisa difasilitasi perusahaan yang belum
menyediakan vaksinasi, karena tidak semua juga perusahaan mampu (membiayai
vaksin),” terangnya.
Selain
ketersediaan vaksin yang terbatas, jangkauan jarak juga menjadi hambatan sebab
harga vaksin bisa semakin mahal.
Nikasi
mencontohkan, IMIP (PT Indonesia Morowali Industrial Park) Morowali, meskipun
sudah ada Lapangan Terbang, tetapi jika berkunjung kesana, harus ditempuh
selama 2 jam sampai ke Side IMIP.
Menurut
dia, semua sektor industri sudah terdampak covid dan itu berimbas pada turunnya
jumlah anggota serikat buruh, termasuk FPE. “Jadi sekarang, semua sektor memang
terdampak Covid,” tandasnya. [REDKBB]