Federasi HUKATAN KSBSI Desak Pemerintah Untuk Memutus Rantai Pekerja Anak di Sektor Kelapa Sawit

 Federasi HUKATAN KSBSI Desak Pemerintah Untuk Memutus Rantai Pekerja Anak di Sektor Kelapa Sawit

Mathias Mehan : Sekjen (F HUKATAN KSBSI)

KSBSI.org, Salah satu agenda perjuangan tahun ini yang dilakukan aktivis serikat buruh adalah untuk menghentikan praktik pekerja anak. Sebab, pemerintah Indonesia dalam menangani pekerja telah melakukan ratifikasi Konvensi ILO No.138 Tahun 1973 mengenai batas usia minimum untuk diperbolehkan bekerja dengan UU No.20 tahun 1999.

Baca juga:  Dedi hardianto : Koperasi Bisa Menjadi Salah Satu Pilar Terwujudnya Kesejahteraan Kaum Pekerja Di Masa Depan,

Kemudian dilakukan kembali konvensi ILO No.182 Tahun 1999 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak dengan UU No.1 Tahun 2000, dan telah diadopsi dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Tapi, upaya yang dilakukan belum maksimal dilakukan, karena praktik pekerja anak masih banyak terjadi.     

Mathias Mehan Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Federasi Federasi Buruh Kehutanan, Perkebunan dan Pertanian (Sekjen DPP F HUKATAN) mengatakan masalah pekerja anak masih banyak terjadi diberbagai daerah, salah satunya di perkebunan kelapa sawit dan karet. Karena itu, serikat buruh yang tergabung dalam Jaringan Pekerja/Buruh Sawit Indonesia (JAPBUSI), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), CNV International dan ILO, berkomitmen menyikapi masalah ini.   

“Tahun 2021 kami sudah bekerja sama, melakukan kampanye dan advokasi, salah satunya agenda menghapus praktik pekerja anak, khususnya yang terjadi di sektor perkebunan kelapa sawit. Tahun ini agenda ini akan kami lanjutkan kembali,” kata Mathias, saat diwawancarai melalui seluler, Selasa (24/1/2022).

Dia mengatakan praktik pekerja anak di perkebunan kelapa sawit sudah lama terjadi, baik dari hulu sampai hilir. Dan isu kampanye advokasi juga sudah dikerjakan diwilayah Sumatera Utara, Sumatera Selatan serta Kalimantan Barat. Serta melakukan training Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan kampanye Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di perusahaan.

“Supaya agenda kampanye penghapusan pekerja anak di perkebunan kelapa sawit ini bisa berjalan baik, kami selalu mengedepankan sosial dialog dengan pemerintah dan pihak perusahaan,” ujarnya.

Mathias menerangkan akar persoalan terjadinya praktik pekerja anak di perkebunan kelapa sawit memang tak jauh dari soal ekonomi. Sebenarnya perusahaan sudah menerapkan aturan sesuai undang-undang ketenagakerjaan dalam perekrutan pekerja. Namun, disatu sisi, perusahaan memang ada memakai jasa pekerja harian lepas.

“Biasanya, pekerja harian lepas istri dari pekerja perkebunan kelapa sawit. Ketika mereka bekerja dengan jasa borongan, anak-anak sering ikut ibunya bekerja seperti membantu memungut sisa-sisa biji kelapa sawit yang baru selesai dipanen,” jelasnya.

Setelah membantu ibunya, biasanya mereka mendapat upah. Sehingga, mereka lama-lama menjadi lupa dengan dunia pendidikan, karena sudah gampang mendapatkan duit. Oleh sebab itulah, serikat buruh bersama mitra kerjanya mendorong pemerintah agar anak-anak pekerja tersebut bisa kembali ke sekolah. Agar masa depannya menjadi lebih baik.

Untuk memutus rantai pekerja anak di perkebunan kelapa sawit, Mathias mengatakan saat ini serikat buruh/serikat pekerja yang tergabung dalam JAPBUSI untuk mendorong pemerintah melakukan pengawasan secara ketat. Bahkan bersama ILO telah melakukan kerja sama dalam bentuk pelatihan K3, khusus untuk pengawasan yang difasilitasi Dewan K3 tingkat nasional.

Bahkan Dinas Ketenagakerjan tingkat daerah pun ikut dilibatkan pelatihan. Dan nantinya bisa sama-sama turun ke lapangan untuk memantau dan menghentikan masalah pekerja anak. Sebenarnya pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) pun sudah berkali-kali melakukan sosialisasi untuk mengatasi masalah pekerja anak .

Tapi sosialisasi ini sepertinya masih tahap tingkat nasional saja. Sementara, masyarakat didaerah perkebunan belum paham tentang aturan undang-undang pemerintah tentang larangan pekerja anak. Berhubung kami sudah berkolaborasi dengan pemerintah, GAPKI, CNV International dan ILO, mudah-mudahan masalah ini bisa diatasi,” tutupnya. (A1)  

Komentar