Gelar FGD, APBGATI Refleksikan Dampak UU Cipta Kerja Terhadap Buruh

Gelar FGD, APBGATI Refleksikan Dampak UU Cipta Kerja Terhadap Buruh

.

KSBSI.org, Aliansi Pekerja Buruh Garmen dan Tekstil Indonesia (APBGTI) kembali menggelar Focus Group Discusions (FGD) di Wisma Dirga, selama 2 hari pada 18-19 Agustus 2022. Acra tersebut mengangkat 2 tema, yaitu, ‘Refleksi Pembelakuan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan UU Nomor. 12 Tahun 2022 Tentang Tidak Pidana Kekerasan Seksual.

Baca juga:  Hari Pemuda Internasional: kaum muda dapat membantu membangun Kontrak Sosial Baru,


Edi Kustandi Badan Pekerja Harian APBGATI dan penanggung jawab acara mengatakan kegiatan ini  sebagai ajang refleksi aktivis serikat buruh, khususnya di sektor garmen dan tekstil pasca disahkannya UU Cipta Kerja. Termasuk menganalisa dampak disahkannya undang-undang di dunia kerja setelah berjalan satu tahun sembilan bulan.

“Saya meminta kepada seluruh peserta, setelah kita melakukan diskusi harus membuat survei dan analisa  rancangan strategi untuk melakukan advokasi buruh kedepannya,”ucap Edi.

Angga Perwira dari TURC dan pemberi materi diskusi mengatakan pasca disahkannya omnibus law UU Cipta Kerja justru tidak membawa solusi kepada buruh. Karena memasukan 11 klaster menjadi satu undang-undang. Dia sepakat dengan tuntutan buruh yang mendesak agar klaster ketenagakerjaan agar dikeluarkan dari UU Cipta Kerja.

“Kalau klaster ketenagakerjaan tidak dikeluarkan dari UU Cipta Kerja saya pikir nasib buruh semakin memperihatinkan. Sebaiknya pemerintah membuat UU Ketenagakerjaan yang baru saja, biar polemik yang terjadi tidak berkepanjangan,” ucapnya.

Dia mengatakan jika pemerintah menganggap UU Cipta Kerja sebagai solusi menarik investor dalam menciptakan lapangan kerja, justru hari sedang dipertanyakan. Karena sampai hari ini pemerintah belum mampu menarik investor investasi asing datang ke Indonesia. Dan lapangan kerja pun belum mencapai target yang diharapkan.

“Padahal, sebelum adanya UU Cipta Kerja, investor asing juga sudah banyak masuk ke Indonesia. Jangan-jangan undang-undang ini sengaja dibuat pemerintah hanya untuk kepentingan pengusaha saja, sementara hak buruh memang diabaikan,” ungkapnya.

Sementara itu, Trisnur Priyanto Sekretris Jenderal (Sekjenn) DPP FSB GARTEKS KSBSI menyampaikan  disahkannya UU Cipta Kerja sangat merugikan buruh di sektor garmen. Karena dalam undang-undang ini memberlakukan sistem kerja kontrak kerja (outsourcing) batas waktu selama 4 tahun. Termasuk kebijakan upah murah yang diberikan perusahaan pun sekarang ini semakin merugikan buruh.  

“Satu tahun lebih setelah pemberlakuan UU Cipta Kerja semakin menyengsarakan buruh. Ditambah lagi terbitnya PP No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja,” terangnya.

Sebab PP Nomor 35 Tahun 2021 ini jelas semakin melegimitasi sistem kerja kontrak buruh di perusahaan. Kemudian upah buruh pun semakin mengalami penurunan disemua daerah. Sehingga dampaknya daya beli masyarakat Indonesia pun akan mengalami penurunan.

APBGATI merupakan aliansi serikat buruh/serikat pekerja yang khusus dari sektor industri garmen dan tekstil. Serikat yang bergabung dalam aliansi ini diantaranya KSPN, FSB GARTEKS KSBSI, SARBUMUSI, SBSI 1992, FSP TSK KSPSI. (A1)   

    

Komentar