KSBSI.org, Depok – Rapat kerja Wilayah adalah satu situasi dimana mereka yang merasa termarjinalkan diberikan tempat untuk berekspresi, berkoordinasi untuk saling menguatkan dalam satu wilayah kerja federasi federasi serikat pekerja/buruh yang berafiliasi dalam sebuah Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) dengan satu tujuan membela buruh serta meningkatkan harkat dan martabat kaum pekerja/buruh.
Baca juga: UU Cipta Kerja Lahir Bukan Dari Semangat Hukum, Tapi Kepentingan Penguasa,
Pesan
itu disampaikan Sekjend DEN KSBSI, Dedi Hardianto, SH, saat membuka Rapat Kerja
Wilayah (RAKERWIL) Konfederasi Federasi
Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) wilayah DKI Jakarta di Hotel Bumi
Wiyata – Depok, Jumat (10/09/2021).
Rapat
Kerja Wilayah DKI Jakarta KSBSI dilakukan jelang Rakornas KSBSI bulan
mendatang, ini dikuti oleh 10 Federasi
yang berafiliasi dengan konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia ( KSBSI )
diantaranya adalah FSB – Nikeuba, FSB – Kamiparho, FKUI Informal, FSB – Kikes, FSB
– Garteks, F – Hukatan, F – Lomenik, FTA, FPE, Fesdikari.Kehadiran Federasi
Federasi untuk saling berkoordinasi dan saling menguatkan.
Dalam
kesempatan membuka Rakerwil di Hotel Bumi wiyata Depok, dihadapan perwakilan dari Federasi Federasi
dibawah KSBSI, Dedi Hardianto selaku Sekjend DEN KSBSI, kembali mengingatkan
bahwa masih ada kebijakan pemerintah yang merugikan kalangan buruh selama lebih
dari setahun virus corona (Covid-19) mewabah di Indonesia.
“Kebijakan
tersebut mulai dari pemotongan upah, penghapusan tunjangan hari raya, lonjakan
tenaga kerja asing, termasuk pengesahan UU Cipta Kerja (Ciptaker)” Keputusan
pemerintah lewat Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04/III/2020
tentang Pelindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka
Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19.
Dedi
Hardianto menilai kebijakan tersebut
membuka peluang pemotongan upah buruh tanpa batas waktu dan besaran potongan
yang jelas. Dedi menilai pemerintah tak memberi kriteria yang jelas dan ketat
dalam kebijakan tersebut.
Selanjutnya
pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan
Pengupahan pada Industri Padat Karya Tertentu dalam Masa Pandemi Covid-19, yang
dinilai telah melegalkan pemotongan upah buruh hingga Desember 2021.
Yang
masih baru adalah Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI (Kepmenaker) Nomor 104
Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Hubungan Kerja Selama Masa Pandemi
Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Menurut Dedi sebenarnya Pelaksanaan
Hubungan Industrial ini sudah diatur dalam UU Ketenagakerjaan,kalo kemudian Bu
Menteri mengeluarkan Kepmenaker Nomor 104 tahun 2021, artinya Bu Menteri
Melanggar Hukum,Karena yang sudah diatur dalam Undang Undang Ketenagakerjaan
kenapa diatur lagi, Akhirnya timbul dampak pengusaha dapat mengurangi upah,
Pengusaha dapat melakukan PHK, Dan ini dampaknya sangat merugikan buruh, jadi
kebijakan kemnaker ini jelas jelas tidak berpihak pada pekerja/buruh. Tegas
Dedi.
Undang-undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law). Dedi selaku Sekjend
KSBSi menilai proses penyusunannya UU tersebut cacat prosedur, tidak demokratis
dan banyak mendaur ulang pasal inkonstitusional.
“Secara
substansi, Undang-undang Cipta Kerja mempermudah korporasi meraup keuntungan
dengan cara merampas dan menghancurkan ruang hidup pekerja/buruh ,”Pungkas
Dedi. (*/SY)