KSBSI.ORG: Tak terasa pandemi Covid-19 telah melewati pertengahan tahun. Imbasnyanya pun sangat berdampak luas terhadap perekonomian negara. Bahkan beberapa negara seperti Jepang, Singapura pun sudah menyatakan resesi ekonomi akibat dampak Covid-19. Di Indonesia, tercatat telah lebih dari 3 juta buruh/pekerja tidak bekerja lagi. Terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan dampak Covid-19.
Baca juga: Presiden KSBSI: Buruh Hanya Menolak UU Cipta Kerja, Tak Ada Mendesak Jokowi Mundur, Pembahasan Tim Tripartit Terkait Evaluasi RUU Cipta Kerja Akhirnya Rampung,
Menanggapi hal ini, Ary Joko Sulistyo Ketua
Umum Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Buruh Garmen, Kerajinan, Tekstil,
Kulit dan Sentra Industri (DPP FSB GARTEKS) yang berafiliasi dengan Konfederasi
Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) mempunyai pandangan sendiri menyikapinya.
Berikut hasil wawancara dengan beliau.
Menurut Anda, bagaimana keadaan industri
garmen dan tekstil ditengah pandemi
Covid-19?
Sejauh ini belum ada terlihat bangkit untuk
pulih, hanya masih bertahan. Karena situasi pandemi sampai hari ini banyak negara
terpaksa melakukan lock down dalam urusan bisnis skala besar dan kecil.
Contohnya, perusahaan sektor garmen, tekstil yang paling berdampak. Perusahaan
ini masih bergantung pada bahan utamanya
seperti benang dari negara lain. Sementara negara pengekspor belum bisa
mengirim bahan kebutuhan utama secara maksimal dengan alasan Covid-19.
Lalu apa dampaknya kalau perusahaan
tidak mendapatkan bahan-bahan ekspor tersebut?
Kalau tidak mendapatkan bahan utama dari
ekspor, sudah pasti kegiatan produksi perusahaan menurun. Imbasnya terjadi PHK
dan dirumahkan. Pengusaha saat ini pun banyak yang pusing dan menciptakan usaha
alternativ. Misalnya, pada awalnya salah satu perusahaan selama ini memproduksi
baju, tiba-tiba membanting setir memproduksi alat perlindungan diri (APD)
seperti masker untuk menutupi kerugian.
Menurut Anda, pandemi Covid-19 yang
terjadi sampai hari ini apakah semakin banyak buruh/pekerja yang terkena PHK
dan dirumahkan?
Awal Indonesia dinyatakan pandemi Covid-19,
memang banyak buruh terkena PHK dan dirumahkan. Nah untuk sekarang ini sudah
berkurang jauh, karena perusahaan di sektor garmen, tekstil sedang bertahan
melewati masa pandemi. Termasuk pemerintah juga banyak berinisiatif membantu
subsidi. Sehingga bisa meringankan beban ekonomi bagi buruh yang sedang
kehilangan pekerjaan.
Pengamat ekonomi banyak menilai
pandemi Covid-19 tak hanya berdampak jutaan masyarakat Indonesia kehilangan
pekerjaan. Namun tahun depan Indonesia diprediksi mengalami resesi ekonomi.
Bagaimana pendapat Anda?
Saya pikir ancaman resesi ekonomi jangan
dianggap remeh, tapi pemerintah harus bersikap serius mencari solusinya. Kalau
Indonesia kembali terjadi krisis ekonomi seperti tahun 1998, saya khawatir
perusahaan yang bertahan ditengah pandemi Covid-19 akan ambruk. Dan tak bisa
dihindarkan badai PHK kembali gterjadi dan lebih parah dari sebelumnya.
Sebagai pemimpin di FSB GARTEKS KSBSI,
apa saran Anda mengantisipasi ancaman resesi ekonomi?
Sejauh ini saya melihat upaya pemerintah sudah
ada mengantisipasi agar tidak masuk ke jurang resesi ekonomi. Tapi ada baiknya,
pemerintah harus mengajak pengusaha dan serikat buruh/pekerja duduk melakukan dialog.
Seperti mencari solusi menciptakan lapangan kerja alternativ, karena tak bisa
dibantah dampak Covid-19 telah menyebabkan lebih dari 3 juta buruh kehilangan
kerja.
Menurut Anda, apakah program bantuan
sosial yang diberikan pemerintah terhadap buruh ditengah pandemi Covid-19 sudah
efektif sekarang ini?
Saya nilai sebagian bantuan yang sudah
diberikan bisa meringankan beban buruh. Namun FSB GARTEKS KSBSI menekankan agar
bantuan seperti program subsidi buruh sebesar Rp 600 selama 4 bulan dan akan
segera diberikan dalam waktu dekat ini harus tepat sasaran serta tidak ada
pungutan liar (Pungli).
Ditengah negara mengalami krisis keuangan,
apakah Anda setuju pemerintah memberikan subsidi termasuk pinjaman lunak kepada
pengusaha agar perusahaan tidak tutup?
Menurut saya perlu. Tapi dengan syarat bantuan
subsidi dan pinjaman lunak tersebut harus melewati kriteria ketat supaya uang
yang diberikan tidak disalahgunakan oleh pengusaha nakal. Jangan sampai
kejadian bantuan pemerintah kepada pengusaha disalahgunakan seperti krisis
keuangan tahun 1997 kepada dunia perbankan. Setelah diberikan bantuan kepada
pemilik Bank, justru jadi bermasalah, karena sejak awal tidak ada proses
seleksi bantuan yang ketat.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah
mengintruksikan beberapa menterinya mengatasi masalah jutaan buruh yang
kehilangan pekerjaan imbas pandemi Covid-19. Menurut Anda penanganan tersebut
sudah efektif?
Saya lihat beberapa kementerian yang
ditugaskan Jokowi sudah bekerja. Salah satunya mengajak dialog perwakilan
organisasi pengusaha seperti Apindo untuk mencari solusi persoalan ekonomi dan
buruh yang kena PHK. Tapi menyelesaikan masalah ini tidak segampang membalikan
telapak tangan. Saran saya pemerintah harus bisa memfasilitasi semua unsur dari
pelaku usaha sampai perwakilan serikat buruh/pekerja agar membuat kebijakan menyelamatkan
buruh yang sedang kehilangan pekerjaan.
Apakah menurut Anda kondisi bisnis
garmen dan tekstil sekarang ini negara Vitenam lebih maju dibanding Indonesia?
Saya tidak mau membanding-bandingkan. Namun
kalau dilhat dari fakta, keinginan politik pemerintah negara Vietnam memang serius
mengundang investor masuk menjalankan bisnisnya. Pemerintahnya juga berkomitmen
memberantas praktik calo dan pungutan liar, menyediakan infrastruktur dan fasilitas
pabrik, mengurangi biaya pajak sehingga investor merasa nyaman dan lapangan
kerja semakin terbuka.
Bagaimana pendapat Anda tentang
kebijakan New Normal di dunia kerja yang diterapkan pemerintah saat ini?
Menurut saya, penerapan new normal di dunia
kerja berjalan maksimal, namun tidak ada dampak perbaikan ekonomi buat buruh.
Sebenarnya sebelum pandemi Covid-19, perusahaan juga sudah menerapkan standar
kesehatan yang mengacu pada Keselamatan Kesehatan Kerja (K3). Justru yang harus
diperhatikan pemerintah adalah bagaimana mencari investor serta memulihkan
penghasilan buruh. Karena pandemi Covid-19 memang ada kebijakan pemerintah
untuk mengurangi jam kerja dan memotong gaji.
Sejauh ini apakah sudah ada langkah inisiatif
FSB GARTEKS-KSBSI berdialog dengan pengusaha menyikapi krisis yang terjadi?
Sudah ada. Saya bersama kawan-kawan federasi
serikat buruh/pekerja sudah rutin melakukan dialog dan membuat komitmen dengan
ILO, BWI, Apindo, dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dalam menyikapi
Covid-19. Intinya, komitmen bersama yang dibuat ini mencari solusi agar
perusahaan bisa keluar dari krisis dan mencegah PHK.
Apa Anda yakin tahun depan Indonesia
bisa bangkit dari keterpurukan yang terjadi ini?
Sebagai aktivis buruh saya yakin Indonesia
bisa pulih dan bangkit. Kita harus melihat masa depan, bukan melihat ke belakang.
Kuncinya, semua elemen masyarakata harus saling bergotong royong memulihkan
ekonomi bangsa ini, bukan saling menjatuhkan. Termasuk, Rancangan Undang-undang
Cipta Kerja juga harus memihak pada kepentingan buruh, bukan menghancurkan masa
depan. (AH)