Serikat Buruh Harus Mampu Meningkatkan Kemampuan Riset

 Serikat Buruh Harus Mampu Meningkatkan Kemampuan Riset

KSBSI.ORG, JAKARTA - Bertempat di Kantor Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) bersama Solidarity Center, di Cipinang Muara, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu menggelar agenda pelatihan “ Advokasi Buruh Berbasiskan Riset’. Dan peserta pelatihan diikuti dari setiap federasi yang berafiliasi.

Baca juga:  KSBSI Sampaikan Duka Mendalam Kepergian Muchtar Pakpahan, Tokoh Buruh Indonesia ,

Irvan T. Harja dari LSM Prakarsa menyampaikan serikat buruh dalam melakukan advokasi buruh tidak lagi hanya mengedepankan negoisasi dan demo. Tapi kemampuan riset di era ini telah menjadi kebutuhan. Misalnya, ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan upah, peraturan daerah (Perda), aktivis buruh harus melakukan riset mengenai dampak baik dan buruknya, serta mempublikasikannya ke media.

“Jadi ketika buruh melakukan aksi demo menolak kebijakan pemerintah, masyarakat sudah memahaminya, karena hasil riset tersebut sudah disosialisasikan ke publik,” ujarnya.

Perjuangan buruh sangat perlu didukung semua lapisan masyarakat, jadi tidak bisa berjuang sendiri. Mereka juga perlu memahami alasan menentang kebijakan pemerintah, seperti penolakan Undang-Undang Cipta Kerja yang saat ini dinilai sangat merugikan masa depan buruh.

“Suka tidak suka, masyarakat, mahasiswa dan akademisi memang perlu pembuktian dari buruh alasan menolak UU Cipta Kerja. Kalau aktivis serikat buruh tidak bisa membuat bukti-bukti kajiannya, pasti tidak mendapat dukungan,” jelasnya.

Irfan juga mengapresiasi dengan gerakan KSBSI yang melakukan uji materi UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi (MK). Dirinya menilai, KSBSI telah berhasil mempersiapkan bukti-bukti pasal dari undang-undang ini yang dianggap merugikan masa depan buruh. Namun, dia menyarankan aktivis buruh harus bisa mempengaruhi pemerintah dan DPR, agar ikut mendukung membatalkan pasal-pasal krusial UU Cipta Kerja di MK.

Irfan juga menyampaikan bahwa keuntungan riset sangat berguna untuk meningkatkan kwalitas gerakan. Sehingga nantinya, pengusaha dan pemerintah tidak lagi menganggap gerakan buruh hanya mampu melakukan aksi dan negoisasi.

“Sebelum pemerintah mengeluarkan kebijakan undang-undang juga melakukan riset dalam bentuk naskah akademik. Nah, aktivis serikat buruh harus mampu mengimbanginya untuk mengumpulkan data bukti riset, apakah kebijakan itu memihak pengusaha atau buruh,” ujarnya.

Intinya, Irfan menyampaikan setiap kebijakan politik terkait ketenagakerjaan sangat itu tak hanya ditingkat nasional, bahkan sampai tingkat daerah seperti kebijakan Perda. Karena itu, memberikan pelatihan riset harus sudah waktunya dilakukan. Dan para pengurus cabang serikat buruh memulai melakukan lobi dengan mempengaruhi gubernur,bupati/walikota  dan anggota DPRD dari hasil riset tersebut.

Peserta yang ikut pelatihan juga diberikan kesempatan melakukan workshop riset mengenai tentang isu perburuhan. Seperti menganalisa kebijakan pesangon, Peraturan Pemerintah (PP) terkait Undang-Undang Cipta Kerja dan kebijakan THR. (Red/A1)       

Komentar