Bagaimana Cara Buruh Menghadapi Ancaman Robotisasi di Dunia Kerja?

Bagaimana Cara Buruh Menghadapi Ancaman Robotisasi di Dunia Kerja?

..

KSBSI.org, Pada Oktober 2019, International Trade Union Confederation - Asia Pacific (ITUC AP) atau Konfederasi Serikat Buruh Internasional wilayah Asia Pasifik menggelar konferensi internasional. Pertemuan itu membahas tentang ‘Masa Depan Pekerja di Era Teknologi Digitalisasi, Robotisasi dan Otomatisasi’.

Baca juga:  UU Cipta Kerja Lahir Bukan Dari Semangat Hukum, Tapi Kepentingan Penguasa,

Tak bisa dibantah, ditengah pesatnya perkembangan teknologi sekarang ini mengancam jutaan buruh/pekerja kehilangan pekerjaan. Lalu digantikan robot sebagai pekerja di perusahaan. Lembaga riset McKinsey juga mempublikasikan hasil penelitiannya. Diprediksi sampai pada 2030 ada 23 juta pekerjaan masyarakat Indonesia kehilangan pekerjaan, digantikan teknologi otomatisasi.

Phillia Wibowo President Director PT McKinsey Indonesia mengatakan ada beberapa skill penting pekerja yang harus cepat dipelajari dan dikuasa agar tidak digantikan oleh otomatisasi.

“Seperti menguasai keahlian  data entry, payroll officer, production workers, machine operator dan data collection," ujarnya.

Ia menjelaskan perbincangan publik mengenai otomatisasi di Indonesia masih sebatas risiko buruh tentang masa depan pekerjaannya. Namun masih minim untuk beradaptasi untuk menguasai teknologi. Agar manusia tidak tersisihkan di dunia kerja untuk kedepannya.   ?

“Pemerintah harus fokus menyiapkan transisi keterampilan agar tidak tergeser dari kecanggihan teknologi otomatisasi,” ujarnya.  

Nah, kalau perkembangan teknologi revolusi industri 4.0 tidak diantisipasi sejak dini, kedepannya bisa menimbulkan ketimpangan sosial. Terlebih lagi, Bahlil mengatakan mayoritas pekerja di Indonesia dari kalangan perempuan. “ Saya berharap pekerja perempuan harus bisa meningkatkan kemampuan dan ketrampilan kerja supaya tidak tergusur kemajuan teknologi industri 4.0,” pungkasnya.

Sebelumnya, Elly Rosita Silaban Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) juga tak membanta pesatnya teknologi di era industri 4.0, salah satunya robotisasi sedang mengancam mengancam buruh. Salah satunya, buruh di sektor industri garmen dan tekstil setiap tahunnya mengalami penurunan jumlah pekerja. 

“Karena secara perlahan tenaga manusia mulai digantikan teknologi digital, otomatisasi dan robotisasi didalam perusahaan,” ujarnya.

Jika diabaikan, maka kedepannya jumlah buruh di sektor garmen dan tekstil diprediksi bisa mencapai 20 persen. Sarannya, bagi calon angkatan kerja muda harus meningkatkan keahlian kalau ingin masuk dunia kerja. Khususnya dibidang teknologi informasi.

Serikat buruh sendiri telah melakukan agenda sosial dialog dengan pengusaha dan pemerintah untuk mengatasinya. Diantaranya menyarankan pemerintah bergerak cepat mengantisipasi masalah peralihan tenaga kerja manusia ke teknologi robot, melalui program pelatihan (vokasi).

“Beberapa tahun ini pemerintah memang sudah menjalankan program pelatihan (vokasi) sampai ke berbagai daerah melalui Badan Latihan Kerja (BLK). Tapi kalau saya nilai hasilnya kurang maksimal. Belum mendongkrak kualitas sumber daya manusia (SDM) kita,” ujarnya.

Alasan program vokasi yang dijalankan pemerintah kurang maksimal karena tidak signifikan melibatkan serikat buruh untuk merumuskan pola pendidikan vokasi sesuai kebutuhan tenaga kerja di era digitalisasi. Intinya, kehadiran industri 4.0 bukanlah momok yang menakutkan bagi buruh.

“Tapi tantangan dan peluang. Manusia tidak mungkin bisa menghindari perkembangan zaman.  Agar bisa bersaing didunia kerja, kita harus beradaptasi dengan teknologi dengan mengambil hal positifnya,” tutupnya. (AH)

Komentar