Aktivis Serikat Buruh/Pekerja Desak Pemerintah Fokus Ancaman Perubahan Iklim di Sektor Ketenagakerjaan

Aktivis Serikat Buruh/Pekerja Desak Pemerintah Fokus Ancaman Perubahan Iklim di Sektor Ketenagakerjaan

.

KSBSI.org, Komite Climate Change dan Just Transition dari lintas serikat pekerja/buruh kembali mengadakan kegiatan dialog nasional melalui daring dengan tema ‘Peranan Sektor Usaha Terhadap DampakPerubahan Iklim’. Pemateri dialog ini disampaikan oleh Sharan KC Konfederasi Serikat Buruh Internasional (ITUC) perwakilan Asia Pasifik, Elly Rosita Silaban Presiden konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Karina Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Tendy Gunawan dan Lailly Prihatingtyas dari ILO Perwakilan Jakarta, Maria Emeninta (Moderator) dan terakhir Willy Balawa (Fasilitator Dialog Nasional).

Baca juga:  Aksi Damai Peringati Hari Pariwisata Se-Dunia ,

Sharan KC mengatakan ITUC sedang gencar membangun kampanye kepada para kepala negara akan pentingnya mengatasi ancaman perubahan iklim (climate change) terhadap manusia dan dunia kerja. Termasuk mengajak dialog sosial berkelanjutan dalam agenda ‘Just Transition’ untuk mengajak masyarakat dunia menggunakan energi karbohidrat lebih rendah. Supaya pemanasan global yang sedang meningkat menjadi turun.

Dia menjelaskan salah satu penyumbang terjadinya percepatan perubahan iklim adalah pertambangan batubara. Sementara pekerja di sektor industri jumlahnya sangat banyak. Karena itulah, ITUC sedang membangun proyek dialog sosial dengan kepala negara, pelaku usaha, serikat pekerja/buruh dan masyarakat lokal untuk mengurangi produksi batubara dan mencari solusi alternatifnya. Agar pekerja juga kehilangan pekerjaannya. 

“Proyek penelitian dan dialog sosial ini nantinya akan dilakukan dikawasan pertambangan Pulau Kalimantan dan Sumatera Selatan,” ucapnya.

Elly Rosita Silaban mengatakan KSBSI sejak beberapa tahun ini telah berupaya melakukan kampanye dan edukasi kepada pengurus dan anggotanya tentang pentingnya terlibat melakukan pemulihan kerusakan bumi. Sebab, perubahan iklim itu juga berdampak pada sektor ketenagakerjaan yang bisa membuat puluhan juta buruh bisa kehilangan pekerjaan. 

“Saya berharap pemerintah, pengusaha dan perwakilan serikat pekerja/buruh bisa duduk bersama dalam dialog sosial menyikapi erubahan iklim. Kalau tidak ada satu pemahaman, saya pikir sangat susah untuk menjalankan program pemulihan bumi. Semua pihak nanti akan jalan masing-masing,” jelasnya.  

Karina perwakilan APINDO menyampaikan ancaman perubahan iklim menjadi bagian dari ancaman pelaku bisnis. Dia menjelaskan bahwa efek rumah kaca telah mengakibatkan bumi semakin mengalami kerusakan. Sehingga, bencana alam seperti banjir, kemarau berkepanjangan, naiknya permukaan laut, kebakaran hutan serta suhu panas bumi dan cuaca ekstrim kian meningkat.

“Dampak kerusakan bumi hari ini sangat berpengaruh terhadap bisnis dan mengancam keberlangsungan pekerja Indonesia sejak beberapa tahun ini. Karena tingkat pengangguran terus bertambah,” ucapnya.

Pemerintah sebenarnya sudah berinisiatif mengatasi perubahan iklim disektor usaha. Pada pertemuan 22 kepala negara beberapa waktu lalu di Belanda, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan Indonesia siap mengatasi dampak perubahan iklim.

“Termasuk memperkuat mitra global menyikapi perubahan iklim dikawasan Asia Pasifik, khususnya negara negara Asia Tenggara dan mengajak setiap kepala negara menjadikan wilayahnya zona hijau,” jelasnya.

Presiden Jokowi juga sudah membuat kebijakan penurunan paket kebijakan energi gas rumah kaca sebanyak 41 persen sampai tahun 2030 dan mendapat dukungan internasional. Nah, tantangan APINDO mengatasi perubahan iklim adalah terjadi persaingan lebih ketat dari luar negeri untuk mendapatkan bahan baku berkwalitas. Lalu terjadi kenaikan harga bahan baku dari sumber daya alam, seperti air, listrik serta bahan bakar minyak.

“Tekanan dari pemerintah dan masyarakat terkait kampanye ramah lingkungan juga membuat pengusaha harus mengeluarkan biaya lagi untuk produksi di sektor industri mereka,” jelasnya.

Tantangan yang lainnya, pekerja harus mampu beradaptasi dengan perubahan iklim. Sebab, perusahaan sekarang ini mulai menggunakan teknologi energi terbarukan yang ramah lingkungan. Sehingga imbasnya banyak pekerja kehilangan pekerjaan.  Selain itu, APINDO mulai melakukan advokasi alam bersama pelaku industri dan masyarakat. Seperti melakukan perbaikan tata kelola limbah perusahaan yang bekerja sama dengan pemerintah.

Bambang Sarjono perwakilan serikat pekerja/buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyampaikan berdasarkan penelitian salah satu lembaga riset pada 2021, menjelaskan dampak perubahan iklim mengancam 1,5 juta orang bakal kehilangan pekerjaan.  Oleh sebab itu, serikat pekerja/buruh harus mendorong pemerintah untuk lebih mengurangi tenaga gas emisi CO2 seperti listrik dan energi fosil.

Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) juga telah mengeluarkan pernyataan perubahan iklim menyebabkan hilangnya penuh pekerjaan waktu senilai U$ 80 juta. Serta penurunan ekonomi global sebesar $ 2,4 triliun sampai tahun 2030 nanti. Kemudian, hadirnya teknologi energi terbarukan, seperti mobil tenaga battery juga akan mengancam pekerja.

Hal itu terbukti di negara-negara maju seperti di Eropa dan Jepang, masyarakatnya sudah mulai menggunakan kendaraan mobil dari energi angin dan matahari. “Karena kedepannya perusahaan mobil tidak lagi menggunakan energi bahan fosil,” ungkapnya.

Sebagai anggota Konfederasi Serikat Buruh Internasional (ITUC), KSPI dan KSBSI mendukung agenda pemulihan bumi. Hal ini sesuai deklarasi ITUC tentang ‘Just Transition’ pada  2016 lalu. Kemudian dalam pertemuan 40 pemimpin negara ‘Paris Agreement’ di Paris tahun 2021, menerima konsep pedoman just transition dijalankan sebagai pedoman di dunia industrial.       

Menciptakan Satu Pemahaman

Lailly Prihartiningtyas ILO Perwakilan Jakarta menerangkan, salah satu penggunaan sumber daya alam (SDA) yang berdampak kerusakan bumi adalah batubara. Indonesia sendiri memiliki batubara melimpah, seperti di Kalimantan dan Sumatera Selatan. Namun, karena desakan masyarakat global, kemungkinan besar produksi dan penjualan batubara kedepannya akan menurun.

“Karena penambangan batubara itu memiliki dampak tidak baik terhadap kerusakan bumi dan sosial,” pungkasnya.

Disatu sisi, batubara itu salah satu penyumbang ekonomi negara dan banyak menyerap tenaga kerja. Kalau produksi batubara berkurang, maka banyak buruh kehilangan pekerjaan. Untuk mencari solusinya adalah dibutuhkan konsep transisi  berkeadilan. Dan membangun kesadaran bersama kepada para pemangku jabatan di negara ini dalam mengantisipasi ancaman perubahan iklim.

ILO sendiri telah memiliki konsep pembangunan berkelanjutan ramah lingkungan di dunia industrial. Ada beberapa poin gagasan yang ditawarkan ke pemerintah. Pertama, menyatukan satu pemahaman tentang just transition dari tingkat pusat dan daerah untuk pemulihan bumi. Kedua, harus ada keterlibatan perwakilan pemerintah (Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Lingkungan Hidup, pengusaha dan serikat buruh/pekerja (Tripartit).

Ketiga diperlukan ide dan perencanaan matang. Sehingga ketika kebijakan pemulihan bumi direalisasikan tidak ada pihak dirugikan. Keempat, aparatur sipil negara yang menjalankan agenda jus transition memiliki pemahaman pemulihan bumi yang ramah lingkungan.

“Karena sampai hari ini dialog sosial antara pemerintah, pengusaha dan serikat pekerja/buruh untuk mengatasi ancaman perubahan iklim masih kurang optimal. Jadi agenda dialog sosial memang harus rutin dilakukan dan menghasilkan program jangka pendek, menengah dan panjang,” terangnya.

Sulistri Sekretaris Jenderal (Sekjen) FSB KAMIPARHO salah satu peserta diskusi menyambut baik acara yang digelar. Dia berpendapat, untuk mewujudkan agenda pemulihan bumi harus dibutuhkan regulasi ketat dari pemerintah. Misalnya, bagi investor yang hendak membangun pabrik, maka harus mengikuti aturan program ramah lingkungan.

“Investor jangan hanya mencari keuntungan saja, tapi harus memiliki bertanggung jawab untuk tidak menciptakan limbah industri yang merusak lingkungan,” tegasnya.

Pengusaha dan perwakilan serikat buruh di perusahaan juga harus bisa duduk bersama. Kemudian membuat peraturan yang dituangkan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Sehingga, kesepakatan yang dibuat dijalankan bersama untuk mengatasi ancaman perubahan iklim dilingkungan kerja.                

Dialog ini sangat interaktif dan peserta diskusi banyak memberikan saran. Ada beberapa rekomendasi yang disimpulkan. Diantaranya: pertama diperlukan sosial dialog untuk menjamin keberlanjutan agenda pemulihan bumi. Kedua, harus ada kelembagaan khusus di kementerian ketenagakerjaan untuk melaksanakan agenda ‘just transition’ dalam menyikapi issu perubahan iklim dan ketiga membuat kesepakatan dalam agenda Tripartit untuk mewujudkan agenda just transition. (A1). 

Komentar